Skip to main content

Anak dalam Iklan - Etiskah

Tulisan-tulisan mengenai anak memang patut mendapat perhatian kita, justru berangkat dari penanaman nilai-nilai yang baik justru dimulai dari anak-anak. Kita selaku orang dewasa patut menaruh perhatian guna perkembangan mereka. Secara tidak sengaja saya menemukan mater makalah ketika saya mengambil mata kuliah etika moral ketika kuliah di STF Driyarkara dahulu. Ini adalah salah satu materi dari teman-temandalam satu kelompok wakatu itu. Mereka adalah : Andreas Sutiyo, Fritz Gh.Kumendong,Hendro Ismoyo Jati, Jerry Augustinus Hongrius, Methodeus Eko Yulianto.

Menurut saya sepertinya sangat sayang bila di lewatkan begitu saja saja mungkin juga teman-teman sudah tak ingat dengan kelompok mereka sewaktu mendiskusikan materi ini. Saya melihat tema ini masih menarik untuk dikritisi lagi disaat seperti sekarang ini Untuk lebih lebih lengkapnya bisa dibaca sebagai berikut

Media komunikasi - khususnya media iklan - memang sangat bersinggungan dengan masalah etika atau moral.Melalui simbol-simbol imajinatif media komunikasi massa jelas sangat memperhitungkan dan memanfaatkan nafsu, perasaan,dan keinginan yang berada dalam kemanusiaan kita. Pertanyaan etis pun bisa muncul dari sini: Bisakah kita biarkan orang lain menjadi kehilangan kebebasan dan control akal budinya atas hidupnya dan digiring ke dalam kekuasaan pedagang?

Kita semua sadar bahwa membujuk orang lain untuk membeli sesuatu yang tidak dibutuhakan apalagi tidak dia inginkan dan tidak akan memberi keuntungan - adalah sebuah eksploitasi. Sedangkan menyediakan sesuatu yang dia perlukan dan berguna untuk meningkatkan kenyamanan adalah pelayanan. Sesungguhnya, media iklan sangat mempermainkan dan mengeksploitasi nafsu terdalam manusia.

Bila iklan bagi manusia dewasa saja sudah menimbulkan problem etis, apalagi bila iklan tersebut berkaitan dengan anak, yang dalam hal ini lebih mudah diekploitasi dari pada manusia dewasa. Mengapa? Karena mereka masih hidup dalam dunia imajinasi, belum punya kemampuan untuk memilih secara rasional. Pilihan mereka masih berdasar perasaan, keinginan, dan fantasi.

Sementara itu kita sering menjumpai iklan - dalam media televisi, terutama yang menggunakan anak sebagai modelnya. Bukankah anak akan mudah sangat terpengaruh dengan apa yang dilakukan rekan sebayanya di televisi? Bukankah eksploitasi pada anak sedang terjadi di sini? Persoalaan tersebut akan dibahas dalam tulisan ini.Tulisan ini bermaksud menunjukan bahwa iklan terutama media televisi sangat berpengaruh pada anak. Dana bilamana pengaruh tersebut dipergunakan untuk mengeksploitasi anak, maka persoalaan etis muncul di sini.

Sebelum masuk pada pembahasan etis media iklan - terutama dalam kaitannya dalam anak-anak - ada baiknya kalau terlebih dahulu kita melihat seluk beluk iklan, fungsi dan tujuan serta cara apa yang digunakan iklan untuk mempersuasi calon konsumen.

SELUK BELUK IKLAN

Periklanan atau reklame merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini sangat erat kaitannya dengan cara berproduksi industri moderen dan system ekonomi pasar yang mana di dalamnya kompetisi dan persaingan merupakan unsure hakiki. Dalam system ekonomi subsistensi agraris dulu dan juga dalam ekonomi berencana komunistis dari abad 20-an, kebutuhan akan periklanan dirasakan tidak terlalu besar, walaupun dalam sistem ekonomi apa pun diperlukan metode untuk memperkenalkan produknya sekurang-kurangnya memberitakan ada tidaknya produk-produk. Dengan meningkatnya keramaian ekonomis, cakupan dan intensitas periklanan bertambah pula sebagaimana dapat disaksikan di lingkungan-lingkungan sekitar kita. Periklanan menjadi sesuatu yang sangat penting pada saat ini.

FUNGSI DAN TUJUAN IKLAN

Jika kita melihat sepintas dalam buku-buku tentang manajemen periklanan, maka di situ periklanan dipandang sebagai upaya komunikasi. Periklanan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan public calon pembeli. Dalam proses komunikasi itu iklan menyampaikan sebuah “pesan”. Maka ada kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Namun, hampir semua konteks buku-buku itu menunjukan bahwa proses komunikasi itu diadakan dalam rangka promosi.Dan kadang-kadang buku-buku manajemen periklanan itu secara eksplisit berbicara tentang usaha ”mempengaruhi tingkah laku para konsumen”atau tema-tema seperti itu.

Jika diteliti dengan baik, fungsi periklanan dapat dibedakan atas dua,yaitu: fungsi informatif dan fungsi persuasif. Seperti sudah dikatakan tadi,dunia bisnis sendiri sering berbicara tentang periklanan yang seakan-akan funsinya yang utama adalah: menyediakan informasi.Sedangkan dalam dunia konsumen (khususnya mereka yang lebih kritis) periklanan terutama dilihat sebagai usaha promosi.

Namun kenyataanya, tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif. Yang ada adalah bahwa ada iklan unsure informatifnya yang paling dominan dan ada pula yang unsure persuasifnya yang paling mencolok. Iklan tentang sebuah produk baru biasanya mempunyai unsure informasi yang sangat kuat. Demikian juga iklan dalam sector jasa tertentu seperti asuransi dan pariwisata (hotel, tour, fasilitas rekreasi) atau iklan tentang merek mobil yang meraih kemenangan dalam balap mobil,dan sebagainya.Iklana tentang produk yang mempunyai banyak merek akan mempunyai unsur persuasif lebih kuat. Iklan yang mengatakan “sabun mandi ini dipakai oleh sembilan dari sepuluh bintang film” pada dasarnya bersifat persuasif,walaupun bentuknya dapat memberikan kesan lain.Tetapi bagaimanapun juga tidak ada iklan yang secara ekslusif bersifat informatif ataupun persuasif.Iklan dalam yellow pages dalam buku petunjuk telepon bisa dilihat sebagai iklan informatif,tetapi di situ pun ada unsur persuasif, karena nama-nama perusahaan yang dimuat dalam halaman-halaman yang kuning itu justru untuk menarik perhatian para konsumen yang mencari jasa perusahaan yang mencari seperti itu.Adapun nama merek sebuah produk pada baju kaos pemain bulu tangkis, atau pada papan reklame di pinggir lapangan bulu tangkis pada waktu pertandingan disiarkan di televisi, bisa disebut sebagai contoh iklan persuasif, namun di situ pun masih ada unsur informasi yaitu tersedianya merek tersebut di pasar.

Ada pun tujuan iklan yaitu:

  • merangsang minat pembaca/penonton
  • menimbulkan hasrat akan hasil produksi
  • menyakinkan pembaca/penonton bahwa hail produksi atau pelayanan itu adalah yang terbaik
  • mendorong pembaca? penonton untuk bertindak

PERIKLANAN DAN KEBENARAN

Unsur informatif dalam iklan berkaitan erat dengan segi kebenaran iklan tersebut. Semua orang tentu mengharapkan informasi yang tepat dan benar dari iklan yang dimunculkan.

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran.Periklanan hampir apiori di samakan dengan tidak bisa dipercaya kebenarannya. Ini berkaitan dengan tindakan pembohongan dan penipuan.

Berbohong adalah dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar supaya orang lain percaya. Dari definisi ini perlu diperhatikan maksud menipu tanpa berbohong.Hal ini sangat mungkin dalam dunia per-televis-an. Sebagai media visual televisi bisa memperlihatkan sesuatu yang menimbulkan kesan yang tidak benar melalui ilusi optic atau cara sejenis. Iklana televisi yang mengiklankan obat sakit kepala atau obat influenza yang jika diminum nampak dalam televisi langsung sembuh, dapat dipandang sebagai iklan yang menipu.

MANIPULASI DALAM PERIKLANAN

Yang dimaksud dengan manipulasi adalah: mempengaruhi kemauan orang lain sedemikian rupa, sehingga ia menghendaki atau menginginkan sesuatu yang sebenarnya bukan pilihannya. Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya melainkan ditanamkan dalam dirinya dari luar. Manipulasi dalam iklan berkatian dengan unsure persuasive dalam sebuah iklan. Menurut Galbraith, periklanan modern memanipulasi produksi atau jasa yang ditawarkan : “…..production only fills a void that it has itself created …”

Walaupun memang orang tidak perlu terlalu cepat panik karena bahaya oleh periklanan, tetapi ada benarnya juga bahwa periklanan mempengaruhi tingkah laku (tujuan iklan) dan mungkin beberapa iklan memang memanipulasi public calon pembeli . Iklan mobil yang mengikutsertakan wanita cantik dalam gambarnya punya maksud tersendiri. Iklan kosmetika selalu menciptakan suatu suasana romantis yang kas. Jika juara bulutangkis tampil dalam iklan susu. Hal itu tentu dianggap lebih efektif untuk mempengaruhi konsumen dari pada ditampilklan orang biasa. Memang harga harga 9.900 lebih menarik daripada harga 10.000. Produk makanan yang dijual dalam kemasan atau botol yang lebih besar daripada isinya juga mempengaruhi konsumen dalam memillih produk tersebut. Semuanya merupakan contoh mengenai usaha memanipulasi /mempengaruhi tingkah laku konsumen.

IKLAN DAN ANAK-ANAK

Seorang ibu pernah mengeluh bahwa anaknya merengek-rengek minta dibelikan Inzana, sebuah obat influenza untuk anak-anak, dan ketika sang ibu menrangkan bahwa Inzana itu adalah obat yang hanya diperuntukan untuk anak-anak yang sakit, si anak ini beberapa saat kemudian kembali ibunya dengan mimic muka berlagak seperti sedang sakit mangatakan bahwa ia sakit, agar diberikan Inzana. Rupanya si anak ini sangat ingin mengalami situasi atau adegan seperti yang dilihatnya dilayar televisi . Keinginan itu seolah membuat ia tidak memperdulikan barang macam apakah Inzana itu. Perhatian si anak bukan lagi pada produknya tetapi pada adegan yang dilihatnya dalam iklan dan mendorong keinginannya untuk meniru atau mengalami adengan yang serupa.

Kejadian diatas menunjukkan betapa iklan memang mempunyai pengaruh kuat pada anak. Anak-anak terutama yang berusia dibawah 10 tahun memang sangat mudah meniru. Anak dalan usia tersebut penuh dengan fantasi dan imajinasi yang kuat dalam dirinya. Tindakan-tindakannya yang spontan dalam permainan atau kesempatan-kesempatan tertentu kerapkali muncul dari imajinasi atau fantasinya akan sesuatu. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa anak-anak dalam usia tersebut berada dalam “dunia imajinasi “. Dengan demikian anak-anak memang mudah menjadi sasaran bagi”suatu usaha persuasi” – dalam hal ini iklan – untuk mempengaruhi daya fantasi atau imajinasi anak tersebut agar melakukan sesuatu tindakan sebagaimana dimaksudkan oleh “usaha persuasi” tersebut.

Keluhan orang tua akan pengaruh iklan pada anak kiranya tidak hanya dikeluhkan oleh ibu tersebut diatas. Dalam pameran Pesta Seni Anak Internasional 1994 yang diselanggarakan di Yogyakarata dikumpulkan pendapat pendapat dari para pengunjung tentang persoalan “Iklan, Anak dan Keluarga”

Beberapa pendapat (baca:keluhan), misalnya”

- Anak menelan mentah-mentah produk iklan yang ditayangkan sehingga ia ingin meniru persis sepeprti apa yang akan ada diiklan (Bandingkan dengan keluhan ibu diatas)

- Orang tua sering kewalahan dan tidak punya alasan untuk tidak membeli produk (yang diklankan). Apalagu iklan sekarang banyak yang menggunakan model anak-anak juga.

- Anak diajarkan konsumtif; pengaruh iklan pada pola konsumerisme anak sangat besar

- Banyak iklan menampilkan bintang yang berusia anak. Hal ini membuat mereka suka meinta tanpa tahu fungsi benda tersebut. (Bandingkan dengan keluhan sang ibu di atas)

- Anak-anak sering menjadi korban dari kepentingan media masa. Iklan acapkali menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak berkaitan langsung dengan konteks sosial dimana ia tinggal; Anak dimanipulasi imajinasinya dangan iklan.

Kutipan pendapat diatas hanyalah beberapa saja dari banyak pendapat lain yang senada. Persoalan iklan dan anak bukan saja terletak pada manipulasinya tetapi juga antara lain dipersoalkan dampak pada hubungan orangtua dan anak. Terjadi perbedaan persepsi tentang iklan pada anak dan orang tua. Iklan dapat menimbulkan konflik pada hubungan orang tua dan anak. Belum lagi sial pendidikan nilai yang menjadi masalah dalam iklan. Dari beberapa pendapat di atas jelas bahwa pola konsumerisme amat mudah mempengaruhi anak. Selain itu juga ada iklan yang langsung membawa pesan yang tidak mendidik pada anak. Sepertinya : iklan permen ciklat yang menampilkan dua anak menarik seekor kambing pada ekor dan kepalanya seperti bermain tarik tambang dan badan si kambing secara ajaib melar menjadi panjang untuk menunjukkan betapa panjangnya dan lamanya kenikmatan merasakan coklat tersebut. Hal ini sangat mungkin dapat mempengaruhi perilaku anak pada binatang . Atau iklan lain yang mempromosikan produk “popok bayi modern (berbentuk calana dalam) “ menampilkan bayi-bayi yang bergulat ala Pesumo Jepang dan kemudian salah satu menangis jatuh terduduk dan yang satu lagi bertepuk sebagai pemenang. Adengan ini sepintas memang terasa lucu bahwa bayi-bayi sudah bisa berakting sebagai pesumo, tetapi bagi anak yang masih hidup dalam dunia imajinatif dan sangat terbuka pada pengaruh nilai-nilai, iklan ini sebetulnya tidak mendidik. Mengapa mesti memilih adegan “gulat sumo” daripada memberi informasi pada orang tua bahwa popok seperti yang diiklankan sangat nyaman bagi bayi, atau tidak bocor sehingga tempat tidaur tidak akan basah oleh ompol sang bayi?

Menyoal iklan anak-anak di Indonesia , bila diamati seara cermat sebetulnya pada umumnya menlanggar TATA KRAMA DAN TATA CARA PERIKLANAN INDONESIA, Bab II, Bagian B, butir o :

Iklan yang ditujukan atau yang mungkin melihatkan anak-anak tidak boleh menampilkan dalam bentuk apapun hal-hal yang dianggap dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, mengambil manfaat atas kemudah kepercayaan, kekurang pengalaman, atau kepolosan hati mereka

Tampaknya iklan-iklan yang ditujukan dan melihat anak-anak di Indonesia ini masih amat leluasa untuk menampilkan apajada. Patokan normative memang ada: TATA KRAMA DAN TATA CARA PERIKLANAN INDONESIA. Namun, patokan ini belum berbentuk hukum yang mengikat . Sehingga orang bisa saja mengabaikan “tata karma”tersebut, karena memang hanyalah “tata krama dan tata cara”.

MITOS BISNIS AMORAL

Bila iklan dikaitkan atau dipahami sebagai prilaku berbisnis, maka bisa jadi memang ada para pelaku pembuat iklan yang menganut mitos bisnis amoral yang mengatakan : “ bisnis itu jangan dicampuradukan dengan etika”. Mitos ini menyatakan bahwa bisnis dan etis adalah dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Maka wajar-wajar saja bila iklan tidak memperdulikan etika, karena ini adalah salah satu kiat bisnis, dan bisnis tidak bisa dicampuradukan dengan etika.

Pernyataan tersebut bisa kita tanggapi secara kritis bahwa tidak benar dunia bisnis mempunyai aturan main tersendiri yang berbeda dari aturan yang berlakuk dalalm kehidupan social pada umumnya. Alasannya, karena bisnis adalah juga diukur berdasakan nilan dan norma yang berlaku dalam masyarakat itu, termasuk norma dan nilai etis. Tidak benar juga bahwa orang yang memaatuhi aturan norma moral dakan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, yiatu akan merugi dan terseingkir dari persaingan bisnis yang keta. Orang yang bersaing dengan tetap memperhatikan norma-norma etis pada iklam bisnis yang semakin professional justru akan menang , karena dipercaya masyarakat.

Dalam hal ini iklan memang dipahami sepenuhnya sebagai perilaku bisnis tetaplah bukan hal yang wajar bila iklan dikatakan tidak perl;u pusing-pusing soal etika karena memang tidak ada hubungannya. Pernyataan ini amat berbahaya bila memang dipercaya sabagai patokan oleh para pembuat iklan.

IKLAN DARI SUDUT PANDANG IMMANUEL KANT

Pernyataan mitos bisbnis amoral diatas mengisyaratkan bahwa dmi persaingan yang ketat pembuat iklan bisa membuat apa saja agar bisa bersaing memanipulasi dan mengekspoliltasi perasaan, nafsu, dan keinginan calon konsusmen. Dalam kajian mengenai seluk beluk iklan diatas juga ditemukan bahwa iklan memang dekat dengan problem kebenaran dan memanipulasi.

Sejenak melihat soal iklan ini dari sudut pandang Immanuel Kant, kita bisa menyoroti pada dua rumusan pokok yang ia sebut imperative kategoris, artinya bahwa nilai dasar moral yang besifat moral memeang merupakan perintah yang mengikat mutlak setiap mahluk rasional dan merupakan tujuan daalam dirinya sendiri. Rumusan kedua dari dua rumusan pokok imperative kategorisnya berbunyi sebagai berikut “ Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau memperlakukan kemanusiaan entah dalam dirinya sendiri atau dalam diri orang lain seantiasa sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, dan tidak pernah hanya sebagai sarana.

Apabila iklan memang semata-mata lalu menjadi suatu upaya mengeksploitasi dan memanipulasi manusia atau paling tidak sangat menonjol unsure manipulasinya disbanding bahwa ia mau memberikan suatu informasi yang berguna bagi konsunmen, disinilah letaknnya media iklan menjadi tidak bernilai etis. Sebab manipulasi merupakan tindakan yang tidak yang tidak bernilai etis. I melanggar otonomi manusia. Kebebasan manusia diperkosa. Dalam hall ini menurut Kant: manusia diperlakukan sebagai sarana belaka dan tidak dihormati sebagai tujuan pada dirinya.

PENUTUP

Dalam konteks manipulasi, sebenarnya iklan yang dianggap manipulasi belaka dank arena itu tidak etis adalah apa yang disebut subliminal advertising. Maksud istilah ini adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan secara begitu cepat, sehingga tidak dipersepsi dengan sadar melainkan tinggal dibawah ambang kesadaran (karena itu subliminal ) 10. Teknik seperti ini bisa dipakai di bidang visual maupun auditif. Penelilatian meunjukkan bahwa periklanan subliminal ini bisa sangat efektif. Pernah dalam bioskop di New Jersy disisipkan dalam sebuah film pesan subliminal tentang “ice cream”. Dan ketika istirahat ternyata “ice cream” jauh lebih laris dari biasanya. Iklan seperti ini sangat berpengaruh besar pada anak-anak.

Media iklan memang sangat memperhitungkan perasaan dan keinginan yang berada dalam kemanusiaan kita. Lebih tegas lagi, sebetulnya media iklan sangat mempermainkan dan mengeksploitasi nafsu terdalam manusia.

Anak-anak akan menjadi sasaran yang lebih mudah dieksploitasi daripada manusia dewasa. “Dunia fantasi dan imajinasi” mereka akan menjadi lahan yang sangat subur bagi suatu tindakan eksploitasi oleh media iklan. Bisakah kita diatur dan dikuasai sedemikian oleh nilai-nilai yang dia serap dari iklan? Seperti dalam kasus Inzana di atas ketika anak lebih memilih sakit daripada sehat supaya bisa mengalami hal yang dialami oleh si actor iklan yang sebaya dengan dia, prilaku anak ini sudah dikuasai dan diatur oleh daya persuasi iklan yang dia lihat setiap hari. Akan sampai kapankah anak-anak kita harus berhadapan dengan kekuasaan iklan? …Mungkin sudah saatnya diberlakukan larangan melibatkan anak-anak dalam iklan.

Daftar Kepustakaan

Berten, K.,

1992 “Etika Bisnis”. Atma Nan Jaya, th. V., Jakarta: Unika Atma Jaya

Dep. P dan K,

1992 Pemakaian Bahasa dalam Iklan Berita dan Papan Reklame, Jakarta.

Galbraith, John Kenneth,

1974 The affluent, Society , Harmondsworth, Penguin Book, Second Edition

Gunarsa, Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa , Dra. Ny. Singgih D.,(editor)

1983 Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Sudarminta SJ, Dr. J.,

1995 filsafat Moral : Beberapa [pengertian DASAr Dan Teori-teori Etika Noematif (Diktat), Jakarta:STF Driyarkara

Spillane, Dr. James J.,

1992 Etika Bisnisdan Etika Berbisnis”, dalam Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Ygyakarta: Kanisius

Susanto SJ, Dr. Budi,

1992 Etika Komunikasi: Taktik Media Massa”, dalam Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis, Yogyakarta: Kanisius

1994/1995 “Anak, Iklan dan Keluarga “, Busos, Edisi Khusus, no. 222. Yogyakarta



Comments

aeronautical said…
klo memang...anak2 bny jd korbannya.....so why masih aja ad yg berbuat sedemikian... :D
Anonymous said…
Joko Sarjono, yang sudah selalu sarjono sblum kuliah S1 he he. Terima kasih kawan, masih menyimpan paper kenangan...
blogmu ini aku temukan secara narsis menulis nama sendiri di google, apa kabar kawan?
Hendro Ismoyo Jati

Popular posts from this blog

The First Well

The First Well Retold by book box There one was a small kingdom a round a lake. One very hot summer it did not rain and the lake dried up. People grew anxious and went to the king. “It has not rained for so long. Our fields are barren !” said the farmers. “There’s no fish to catch, how shall we earn a living ?” asked the fisherman. “Save us from disaster, good king.” urged the women and the children with thirst. The king send his four generals to search for water in all directions. The first general went east, the towards the sunrise the second to the south, to dust and heat the third went west, where the sun sets, and the fourth followed the North Star. They searched day and night, night and day, high and low they searched everywhere but in vain. Three of the generals returned, empty-handed but general who had gone north determined, not to fall his king finally reached a cold mountain village. As he sat at the foot of the mountain an old woman came by and set next to him. The general...

Indonesian Proverbs Part 3

Indonesian Proverbs Part 3 A year of dry season (summer) is erased by a day of rain Meaning: A long dispute has been forgoten by love, or sometimes a long time of goodness has been forgotten by one badness "Kemarau setahun dihapuskan hujan sehari." . Head can be heated but heart must stay cool. Meaning: No matter how stressed or angry we are, we have to solve a problem with rationale. Meaning: A dispute can only be resolved by discussing the problem openly and coolly. "Kepala boleh panas, tetapi hati harus tetap dingin." The hair is all colored the same (black in this case), but no one will know the inside of one's heart Meaning: A different way of thinking in every person "Kepala sama hitam, isi hati siapa tahu." The turtle in the boat, pretending not to know. Meaning: People say it to imply that somebody knows more than he or she is letting on. "Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu." Different fields have different insect, different...

The Monkey Referee

The Monkey Referee A hunter made a trap under a tree. The trap was very deep, he put some grass over the trap, than some branches on the grass, and last some earth on it. Now the road looked just the same as before. Then the hunter left but the monkey on the tree saw all this. He said to himself “what a sly man he is how fine the trap is even I would be trapped if I didn’t see this. It’s funny anyway maybe I should stay here for a while. Just to find who will be the unlucky one.” Soon after that a rabbit came towards the trap. She walked nearer and nearer to the trap, now she is so close to it. Oh, she is going to step on the trap. The monkey wanted to save her, “stop, stop” he shouted to the rabbit and jumped down from the tree. The rabbit was frightened by him. But, when she found it’s the monkey she patted her chest and said “ah, is it you my brother monkey” “but where are you doing?” the monkey asked. “I’m going to the forest and I went to get some frees tender grass leaves for ...